This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

Transfer Pricing & Pemegang Saham Minoritas

Ditulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan I
Dosen pengampu Ibu Wenny Yuniaris, MM.

1.1 LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini sejumlah investor terus mempersoalkan kebijakan PT Aqua Golden Mississippi Tbk yang dinilai merugikan pemegang saham minoritas dalam RUPSLB. Mereka akan tetap mempersoalkan langkah tersebut meskipun Aqua menegaskan bahwa rencana go private dihentikan, jika kembali tidak mendapatkan persetujuan pemegang saham publik. Junaidi, dari IKS & Parners yang merupakan kuasa hukum pemegang saham minoritas, menyebutkan setidaknya ada empat hal yang akan dipertanyakan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang digelar untuk kembali meminta persetujuan pemegang saham publik Aqua terhadap rencana perseroan untuk menjadi perusahaan tertutup (go private).

Saat ini, 94,35% saham Aqua dikuasai oleh PT Tirta Investama, sedangkan sisanya 5,65% dipegang oleh investor publik. Mayoritas saham Tirta Investama dikuasai oleh Grup Danone. Aqua sudah berkali-kali meminta persetujuan dari pemegang saham minoritas untuk rencana go private tersebut. Saat ini, perseroan menaikkan harga penawaran menjadi Rp500.000 per saham untuk membuat investor publik melepas sahamnya.
Menurut Junaidi, Aqua sulit memperoleh persetujuan pemegang saham publik karena sejumlah investor minoritas menilai perseroan telah melakukan sejumlah kecurangan. Dia menyebutkan penggunaan merek Aqua oleh pihak yang terafiliasi dengan perusahaan itu hanya dikenakan royalti 1,5%. Junaidi mengatakan bahwa sudah ada indikasi transfer pricing, karena royalti sebesar 1,5% tersebut sudah terjadi bertahun-tahun, dari 2002 hingga 2008. Valuasi brand-nya terlalu kecil. Selain itu, penggunaan brand Aqua juga dilakukan tanpa meminta persetujuan pemegang saham minoritas. Selain itu, pemegang saham juga mempertanyakan tagihan Aqua kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
1.2 Pembahasan
1.2.1 Pengertian dan Tujuan Transfer Pricing
Transfer pricing didefinisikan sebagai transaksi atas barang dan jasa atau aset tertentu, biasanya dilakukan dalam satu kelompok usaha yang dilakukan pada harga yang tidak wajar melalui proses menaikkan harga (mark up) maupun menurunkan harga (mark down). Dalam praktek transfer pricing dapat dilakukan dengan motivasi pajak maupun pemaksimalan keuntungan.
Jika akibat transfer pricing laba bersih perusahaan publik berkurang atau tidak maksimal, maka dengan sendirinya nilai dividen yang akan dibagikan juga berkurang. Di sisi lain harga saham di bursa tidak akan meningkat  sebagaimana mestinya. Mungkin saja, jika tidak ada praktik transfer pricing, Price Earning Ratio (PER) saham yang semestinya sebanyak 10 kali menjadi 12 kali.
Dari sisi pemerintahan, transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dri negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara-negara yang memiliki tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (Cost efficiency) termasuk didalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan (corporate income tax). Bagi korporasi multinasional, perusahaan berskala global (multinasinal corporation), transfer pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang efektif untuk menenangkan persaingan dalam memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas.
Tujuan transfer pricing adalah sebagai berikut:
1.      Mentransmisikan data keuangan diantara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain (Henry Simamora, 1999:273)
2.      Mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseeluruhan. (Joshuan Ronen dan George Mc. Kinney, 1970: 100-101)
3.      Meminimalkan pajak dan bea yang merekaa keluarkan diseluruh dunia.
4.      Memaksimalkan keuntungan pemegang saham mayoritas perusahaan.
1.2.2 Proporsi Pemegang Saham Minoritas
Kebanyakan perusahaan go public yang ada di Indonesia masih banyak dimiliki oleh keluarga pendiri perusahaan dan keluarga pendiri ini masuk dalam manajerial perusahaan. Kurniawan dan Indriantoro (2000), menaytakan bahwa struktur kepemilika yang masih didominasi oleh keluarga menyebabkan perlindungan terhadap investor kecil masih lemah. Survei oleh Asian Development Bank terhadap 178 perusahaan publik di Indonesia yang dikutip oleh Tjager, Alijoyo, Djemat dan Soembodo (2003) juga menemukan bahwa rata-rata sebanyak 67,25 saham perseroan terkonsentrasi pada 5 pemegang saham mayoritas sedangkan pemegang saham pendiri rat-rata menguasai 67,3% saham perseroan. Menurut Darmadji (2008) pemegang saham minoritas yang menguasai hampir 50% saham, katakanlah 49,99% tidak akan bisa mengambil keputusan apapun juga tanpa persetujuan dari pemegang saham mayoritas.

1.2.2 Perlindungan Pemegang Saham Minoritas
Minority shareholders atau pemegang saham minoritas tidak jarang hanya dijadikan sebagai pelengkap dalam sebuah perusahaan. Dalam mekanisme pengambilan keputusan di perusahaan dapat dipastikan pemegang saham minoritas ini akan selalu kalah dibanding pemegang saham mayoritas, sebab pola pengambilan keputusan didasarkan atas besarnya prosentase saham yang dimiliki. Keadaan demikian akan semakin parah, jika ternyata pemegang saham mayoritas menggunakan peluang ini untuk mengendalikan perusahaan berdasarkan kepentingannya saja dan mengindahkan kepentingan pemegang saham minoritas.
Perubahan status dari PT Terbuka menjadi PT Tertutup didahului dengan proses delisting di bursa yakni mengeluarkan saham yang tercatat di bursa karena memenuhi persayaratan tertentu atau dilakukan secara sukarela. Perubahan status tersebut dilakukan dengan cara penjualan kepemilikan saham sehingga jumlah pemegang saham menjadi terbatas dan akhirya tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan publik. Pertimbangan yang dimiliki oleh PT Terbuka untuk menjadi PT Tertutup biasanya didasarkan pada alasan bahwa PT tersebut sudah memiliki dana yang cukup untuk mengembangkan perusahaan. Perubahan status PT harus mendapat persetujuan dalam RUPS. Penetapan harga saham dalam rangka perubahan status dilakukan oleh penilai independent. Namun demikian penetapan harga tersebut tidak mengikat pemegang saham minoritas.Cara peralihan saham dilakukan melalui Penawaran Tender yang menetapkan patokan harga minimal dari harga jual saham yakni di antaranya harus lebih tinggi dari harga tertinggi di bursa. Meskipun demikian pemegang saham minoritas/pemegang saham independent dapat menolak penetapan harga tersebut apabila harga tersebut dianggap bukan sebagai harga wajar. Apabila pemegang saham minoritas/pemegang saham merasa dirugikan atas penetapan harga tersebut dan tidak setuju dengan perubahan status maka dapat mengajukan gugatan terhadap perseroan di pengadilan. 







0 komentar:

Posting Komentar